Korelasi antara kerja lembur dan risiko depresi tetap tidak berubah, bahkan dikala responden melaksanakan modifikasi gaya hidup. Menurut peneliti, bekerja lembur dalam jangka waktu usang mengakibatkan badan melepaskan hormon stres yang disebut kortisol. Periset melaporkan bahwa tingkat kortisol yang meningkat turut berimolikasi pada peningkatan risiko depresi.
Dokter Marianna Virtanen dari Institute of Occupational Health Finlandia melihat bahwa kerja lembur sanggup bermanfaat bagi individu dan masyarakat hingga batas tertentu. Namun, kalau hiperbola maja dampaknya turut mensugesti kualitas hidup seseorang.
"Melalui temuan ini kami menekankan pentingnya masyarakat mengetahui imbas berbahaya dari kerja lembur dan risiko terkena depresi," pungkas Virtanen.